Menjadi Ibu rumah tangga atau berkarir?
Mungkin pertanyaan ini sering
muncul di benak para perempuan yang bekerja setelah berkeluarga, terutama
setelah memiliki anak. Sebelum memiliki anak, mungkin pertanyaan di atas dapat
dijawab dengan mudah. Akan tetapi setelah buah hati hadir, pertimbangan lain
mungkin mulai muncul. Ada yang memilih untuk tetap melanjutkan karir, namun hati
dan pikirannya banyak tersita di rumah, terlebih lagi ketika sang buah hati
sakit. Sedangkan mereka yang memilih meninggalkan karir dan menjadi ibu rumah
tangga demi merawat anak juga merasa kehilangan sesuatu, bukan hanya uang tapi
juga kebanggaan diri.
Pilihan antara menjadi perempuan
karir atau menjadi ibu rumah tangga selalu menjadi dilema bagi para perempuan
yang bekerja. Dalam menjalani kehidupan, setiap orang memiliki prioritas dan
pertimbangan yang berbeda-beda. Baik pilihan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga
ataupun menjadi perempuan yang berkarir, keduanya memiliki sisi positif dan
negatif.
Jika melihat pada beberapa generasi
sebelumnya, banyak perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dikarenakan kondisi
ekonomi dan tingkat pendidikan yang kurang memadai. Kini, zaman sudah berubah.
Akses perempuan untuk mendapatkan pendidikan semakin terbuka lebar. Begitu pula
dalam hal aktualisasi diri dan pengembangan
karier, tak ada lagi perbedaan gender yang menjadi masalah.
Sebagian perempuan yang memilih
untuk menjadi perempuan karir memiliki berbagai macam alasan. Mulai dari
penghasilan suami yang kurang mencukupi kebutuhan rumah tangga, hingga prestasi
karir yang begitu cemerlang sehingga sayang untuk ditinggalkan begitu saja. Ketika
perempuan memutuskan untuk berkarir dan memiliki penghasilan sendiri, perempuan
akan merasa lebih dihargai oleh suaminya, karena bisa membantu menopang pundi-pundi
keuangan keluarga. Terlebih lagi di masa krisis yang berpengaruh terhadap keperluan
rumah tangga yang sangat banyak, sementara situasi harga barang pun semakin
meningkat. Namun sebenarnya sebagian besar perempuan karir memiliki rasa
bersalah tersendiri karena sebagian besar waktunya lebih banyak terbuang di
luar rumah.
Di satu sisi, menjadi perempuan
karir memang membuat seseorang memiliki pergaulan yang luas, banyak komunitas
dan juga pengalaman yang kaya. Bagi perempuan yang cenderung suka
bersosialisasi, memiliki banyak teman dan prestasi gemilang di dunia kerja tentunya
menjadi sesuatu yang memberikan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri. Oleh
karena itu, belakangan ini tidak sedikit perempuan yang memilih untuk bekerja
walaupun gaji suami sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Ada pandangan bahwa sesungguhnya
tidak ada yang bisa menjamin kehidupan kita selain kita sendiri. Memiliki penghasilan
sendiri, berarti ada nilai lebih yang kita miliki. Betapa tidak enaknya,
memenuhi kebutuhan hidup dan keinginan dengan meminta uang pada suami. Tangan di
atas, lebih baik dari tangan yang di bawah. Begitulah, kemajuan berfikir kebanyakan
perempuan saat ini.
Sayangnya pula, fenomena yang marak
terjadi saat ini adalah banyak perempuan karir yang giat bekerja untuk
membiayai orang lain untuk mengasuh anak mereka. Tak jarang kedekatan antara
anak dan pengasuh mengalahkan hubungan kedekatan antara anak dan ibu. Sungguh,
harga yang sangat mahal yang harus dibayar untuk sebuah ambisi dalam mengejar
kesuksesan karir.
Salahkah menjadi perempuan karir?
Tidak, selama para perempuan karir yang telah memiliki anak tidak menyampingkan
perannya sebagai seorang ibu. Bagaimanapun anak membutuhkan kehadiran dan
perhatian dari ibunya sepanjang waktu. Jika sepanjang hari anak terus berada
dalam pengawasan orang lain yang tidak diketahui secara jelas bagaimana wawasan
dan keterampilannya dalam mendidik anak, hal ini tentunya akan berakibat fatal
bagi pembentukan karakter anak.
Ibu rumah tangga juga merupakan seorang
‘perempuan karir’. Bedanya adalah perempuan karir mendapat gaji setiap
bulanan, namun anak terpaksa harus dititipkan. Sedangkan ibu rumah tangga tidak mendapat
gaji bulanan, namun akan menuai hasil dari investasi waktu dan tenaga yang
telah diluangkan, yaitu mendapatkan kebanggaan dan kebahagiaan yang tak
ternilai harganya ketika anak-anaknya telah menjadi orang yang sukses dan
berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Menjadi ibu rumah tangga bukanlah
pekerjaan yang gampang dan
ringan. Tidak semua perempuan mampu menjalankan peran sebagai seorang ibu rumah
tangga yang baik. Ibu rumah tangga yang baik tahu persis pekerjaan apa saja
yang harus dilaksanakannya di rumah, mampu memanfaatkan waktu seoptimal
mungkin, menciptakan waktu yang berkualitas bagi semua anggota keluarganya,
serta mampu menjadi manager rumah
tangga yang baik. Selain itu menjadi ibu rumah tangga juga membutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang
luas untuk mendidik anak agar menjadi generasi masa depan yang sukses.
Jika berbicara mengenai kualitas
hubungan dalam keluarga, menjadi ibu rumah tangga lebih bagus daripada menjadi perempuan
karir, karena ibu rumah tangga dapat memberikan seluruh tenaga dan pikirannya
bagi keluarganya. Seluruh energi terfokus untuk kemajuan dan peningkatan
kualitas keluarganya. Meskipun ada juga perempuan karir yang mampu
menyeimbangkan antara keluarga dan karir, namun jumlahnya juga tidak banyak.
Kebanyakan perempuan karir yang sukses dalam hal pekerjaan, akan mengorbankan
keluarga, ataupun perempuan karir yang terlalu berfokus pada keluarganya, maka
pekerjaannya yang akan menjadi korban. Pasti ada salah satu yang harus
dikorbankan, entah keluarganya, atau pekerjaannya. Ini memang sebuah dilema. Namun,
harus dipahami bahwa kewajiban membangun rumah tangga, bukanlah hanya menjadi
tanggung jawab ibu, tetapi keluarga.
Bekerja sebagai perempuan karir
sebenarnya adalah menjalankan beban ganda. Beban ini bisa mempengaruhi
emosional seorang ibu. Secara psikologis, seorang perempuan yang sudah
mencurahkan energinya selama berjam-jam di kantor, ketika pulang ke rumah pasti
kondisinya sudah sangat lelah. Orang yang sedang dalam kondisi lelah biasanya emosinya
tidak stabil dan mudah marah. Padahal seorang suami yang kelelahan setelah
seharian mencari nafkah tentunya menginginkan kondisi rumah yang penuh
ketenangan dan kedamaian. Maka, perlu kecerdasan dalam membangun kehidupan
rumah tangga, bila keduanya sama-sama bekerja.
Menjadi perempuan karir tidak
selalu berarti negatif. Jika memang kondisi ekonomi keluarga masih sangat
kekurangan, maka perempuan bisa membantu mencari nafkah. Tapi jika pendapatan
suami dirasa sudah mencukupi, maka alangkah baiknya jika para perempuan menjadi
ibu rumah tangga saja. Atau jika memang ingin membantu menopang perekonomian
keluarga sekaligus ingin mengembangkan diri, maka perempuan bisa menjalankan
pekerjaan paruh waktu seperti memulai bisnis yang bisa dikerjakan di rumah,
seperti bisnis online, memberikan les privat, menjahit, membuat aksesoris,
menulis, membuat kue, membuka usaha katering dan lain sebagainya yang sesuai
dengan minat dan bakat. Dengan melakukan pekerjaan sampingan yang tidak terlalu
menguras waktu, maka keluarga masih dapat diurus dan pendapatan pun bisa
diraih. Tak ada istilah bahwa ibu rumah tangga tidak dapat mengaktualisasi
diri, semua tergantung dari diri masing-masing.
* dimuat di majalah POTRET Edisi 64 Tahun IX halaman 24-25.
Alhamdulillah cita-cita saya jadi ibu rumah tangga.
BalasHapusTapi meski demikian, saya tetap bisa terus belajar, mengaktualisasikan diri. karena di masyarakat dan zaman sekarang ini, banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga dari rumah.
iya, sambil jadi ibu rumah tangga dan ngurusin anak, kita sebagai perempuan bisa kok untuk tetap produktif dan tidak tertantung dengan suami.. salah satunya dengan membuka bisnis yang sesuai dengan minat dan passion kita..
BalasHapussemoga sukses ya! :)