Minggu, 06 Januari 2013

Menjadi Ibu Rumah Tangga atau Berkarir?


Menjadi Ibu rumah tangga atau berkarir?

Mungkin pertanyaan ini sering muncul di benak para perempuan yang bekerja setelah berkeluarga, terutama setelah memiliki anak. Sebelum memiliki anak, mungkin pertanyaan di atas dapat dijawab dengan mudah. Akan tetapi setelah buah hati hadir, pertimbangan lain mungkin mulai muncul. Ada yang memilih untuk tetap melanjutkan karir, namun hati dan pikirannya banyak tersita di rumah, terlebih lagi ketika sang buah hati sakit. Sedangkan mereka yang memilih meninggalkan karir dan menjadi ibu rumah tangga demi merawat anak juga merasa kehilangan sesuatu, bukan hanya uang tapi juga kebanggaan diri.

Pilihan antara menjadi perempuan karir atau menjadi ibu rumah tangga selalu menjadi dilema bagi para perempuan yang bekerja. Dalam menjalani kehidupan, setiap orang memiliki prioritas dan pertimbangan yang berbeda-beda. Baik pilihan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga ataupun menjadi perempuan yang berkarir, keduanya memiliki sisi positif dan negatif.

Jika melihat pada beberapa generasi sebelumnya, banyak perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dikarenakan kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan yang kurang memadai. Kini, zaman sudah berubah. Akses perempuan untuk mendapatkan pendidikan semakin terbuka lebar. Begitu pula dalam hal  aktualisasi diri dan pengembangan karier, tak ada lagi perbedaan gender yang menjadi masalah.

Sebagian perempuan yang memilih untuk menjadi perempuan karir memiliki berbagai macam alasan. Mulai dari penghasilan suami yang kurang mencukupi kebutuhan rumah tangga, hingga prestasi karir yang begitu cemerlang sehingga sayang untuk ditinggalkan begitu saja. Ketika perempuan memutuskan untuk berkarir dan memiliki penghasilan sendiri, perempuan akan merasa lebih dihargai oleh suaminya, karena bisa membantu menopang pundi-pundi keuangan keluarga. Terlebih lagi di masa krisis yang berpengaruh terhadap keperluan rumah tangga yang sangat banyak, sementara situasi harga barang pun semakin meningkat. Namun sebenarnya sebagian besar perempuan karir memiliki rasa bersalah tersendiri karena sebagian besar waktunya lebih banyak terbuang di luar rumah.

Di satu sisi, menjadi perempuan karir memang membuat seseorang memiliki pergaulan yang luas, banyak komunitas dan juga pengalaman yang kaya. Bagi perempuan yang cenderung suka bersosialisasi, memiliki banyak teman dan prestasi gemilang di dunia kerja tentunya menjadi sesuatu yang memberikan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri. Oleh karena itu, belakangan ini tidak sedikit perempuan yang memilih untuk bekerja walaupun gaji suami sebenarnya sudah lebih dari cukup.

Ada pandangan bahwa sesungguhnya tidak ada yang bisa menjamin kehidupan kita selain kita sendiri. Memiliki penghasilan sendiri, berarti ada nilai lebih yang kita miliki. Betapa tidak enaknya, memenuhi kebutuhan hidup dan keinginan dengan meminta uang pada suami. Tangan di atas, lebih baik dari tangan yang di bawah. Begitulah, kemajuan berfikir kebanyakan perempuan saat ini.

Sayangnya pula, fenomena yang marak terjadi saat ini adalah banyak perempuan karir yang giat bekerja untuk membiayai orang lain untuk mengasuh anak mereka. Tak jarang kedekatan antara anak dan pengasuh mengalahkan hubungan kedekatan antara anak dan ibu. Sungguh, harga yang sangat mahal yang harus dibayar untuk sebuah ambisi dalam mengejar kesuksesan karir.

Salahkah menjadi perempuan karir? Tidak, selama para perempuan karir yang telah memiliki anak tidak menyampingkan perannya sebagai seorang ibu. Bagaimanapun anak membutuhkan kehadiran dan perhatian dari ibunya sepanjang waktu. Jika sepanjang hari anak terus berada dalam pengawasan orang lain yang tidak diketahui secara jelas bagaimana wawasan dan keterampilannya dalam mendidik anak, hal ini tentunya akan berakibat fatal bagi pembentukan karakter anak.

Ibu rumah tangga juga merupakan seorang ‘perempuan karir’. Bedanya adalah perempuan karir mendapat gaji setiap bulanan, namun anak terpaksa harus dititipkan. Sedangkan ibu rumah tangga tidak mendapat gaji bulanan, namun akan menuai hasil dari investasi waktu dan tenaga yang telah diluangkan, yaitu mendapatkan kebanggaan dan kebahagiaan yang tak ternilai harganya ketika anak-anaknya telah menjadi orang yang sukses dan berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

Menjadi ibu rumah tangga bukanlah pekerjaan yang gampang dan ringan. Tidak semua perempuan mampu menjalankan peran sebagai seorang ibu rumah tangga yang baik. Ibu rumah tangga yang baik tahu persis pekerjaan apa saja yang harus dilaksanakannya di rumah, mampu memanfaatkan waktu seoptimal mungkin, menciptakan waktu yang berkualitas bagi semua anggota keluarganya, serta mampu menjadi manager rumah tangga yang baik. Selain itu menjadi ibu rumah tangga juga membutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang luas untuk mendidik anak agar menjadi generasi masa depan yang sukses.

Jika berbicara mengenai kualitas hubungan dalam keluarga, menjadi ibu rumah tangga lebih bagus daripada menjadi perempuan karir, karena ibu rumah tangga dapat memberikan seluruh tenaga dan pikirannya bagi keluarganya. Seluruh energi terfokus untuk kemajuan dan peningkatan kualitas keluarganya. Meskipun ada juga perempuan karir yang mampu menyeimbangkan antara keluarga dan karir, namun jumlahnya juga tidak banyak. Kebanyakan perempuan karir yang sukses dalam hal pekerjaan, akan mengorbankan keluarga, ataupun perempuan karir yang terlalu berfokus pada keluarganya, maka pekerjaannya yang akan menjadi korban. Pasti ada salah satu yang harus dikorbankan, entah keluarganya, atau pekerjaannya. Ini memang sebuah dilema. Namun, harus dipahami bahwa kewajiban membangun rumah tangga, bukanlah hanya menjadi tanggung jawab ibu, tetapi keluarga.

Bekerja sebagai perempuan karir sebenarnya adalah menjalankan beban ganda. Beban ini bisa mempengaruhi emosional seorang ibu. Secara psikologis, seorang perempuan yang sudah mencurahkan energinya selama berjam-jam di kantor, ketika pulang ke rumah pasti kondisinya sudah sangat lelah. Orang yang sedang dalam kondisi lelah biasanya emosinya tidak stabil dan mudah marah. Padahal seorang suami yang kelelahan setelah seharian mencari nafkah tentunya menginginkan kondisi rumah yang penuh ketenangan dan kedamaian. Maka, perlu kecerdasan dalam membangun kehidupan rumah tangga, bila keduanya sama-sama bekerja.

Menjadi perempuan karir tidak selalu berarti negatif. Jika memang kondisi ekonomi keluarga masih sangat kekurangan, maka perempuan bisa membantu mencari nafkah. Tapi jika pendapatan suami dirasa sudah mencukupi, maka alangkah baiknya jika para perempuan menjadi ibu rumah tangga saja. Atau jika memang ingin membantu menopang perekonomian keluarga sekaligus ingin mengembangkan diri, maka perempuan bisa menjalankan pekerjaan paruh waktu seperti memulai bisnis yang bisa dikerjakan di rumah, seperti bisnis online, memberikan les privat, menjahit, membuat aksesoris, menulis, membuat kue, membuka usaha katering dan lain sebagainya yang sesuai dengan minat dan bakat. Dengan melakukan pekerjaan sampingan yang tidak terlalu menguras waktu, maka keluarga masih dapat diurus dan pendapatan pun bisa diraih. Tak ada istilah bahwa ibu rumah tangga tidak dapat mengaktualisasi diri, semua tergantung dari diri masing-masing.

* dimuat di majalah POTRET Edisi 64 Tahun IX halaman 24-25.

2 komentar:

  1. Alhamdulillah cita-cita saya jadi ibu rumah tangga.
    Tapi meski demikian, saya tetap bisa terus belajar, mengaktualisasikan diri. karena di masyarakat dan zaman sekarang ini, banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga dari rumah.

    BalasHapus
  2. iya, sambil jadi ibu rumah tangga dan ngurusin anak, kita sebagai perempuan bisa kok untuk tetap produktif dan tidak tertantung dengan suami.. salah satunya dengan membuka bisnis yang sesuai dengan minat dan passion kita..

    semoga sukses ya! :)

    BalasHapus