Mungkin istilah Married by Accident (MBA) sudah tidak asing lagi di telinga kita. Istilah ini bisa dibilang sudah sangat popular dikalangan masyarakat, khususnya bagi remaja. Secara bahasa, Married by Accident berarti menikah karena kecelakaan, atau bahasa lainnya adalah menikah karena sudah lebih dulu hamil.
Berbicara soal married by accident, sebenarnya kasus ini bisa terjadi pada siapa saja. Artinya, bisa terjadi pada orang dewasa, maupun pada kaum remaja. Kalau bagi orang dewasa, sering tidak disebut sebagai sebuah kenakalan, ketika terjadi pada remaja ini sering disebut dengan kenakalan remaja. Mengapa pula demikian?
Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja selain tampak perubahan fisik seperti bentuk tubuh, remaja juga memiliki rasa keingintahuan yang besar dan suka mencoba-coba hal yang baru. Selain itu dalam masa remaja juga terdapat masa pubertas, dimana remaja sudah mulai memiliki ketertarikan terhadap lawan jenisnya. Oleh sebab itu secara natural, remaja bersosialisasi dengan sesama usia remaja dan tentu saja bergaul dengan lawan jenisnya, baik laki-laki maupun perempuan.
Nah, dalam pergaulan tersebut, sebenarnya ada nilai-nilai budaya, agama, etika dan sebagainya yang berlaku. Artinya, pergaulan remaja tidaklah berjalan secara bebas tanpa ada aturan yang mengaturnya. Namun, ketika zaman terus berubah, nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat juga ikut berubah dan melemah. Maka gaya hidup masyarakat berubah menjadi semakin bebas dari nilai-nilai yang dianut. Lalu muncul pula gaya hidup bebas yang kita sebut dengan pergaulan bebas yang berdampak buruk pada kehidupan remaja dan masyarakat kita saat ini.
Pergaulan bebas merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya Married by Accident. Tak dapat dipungkiri bahwa perilaku pergaulan bebas pada remaja sudah sangat mencemaskan. Banyak faktor yang menyebabkan remaja terjerumus pada kasus hamil di luar nikah. Sifat remaja yang penasaran dan suka mencoba-coba hal yang baru juga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya pergaulan bebas. Selain itu juga dapat disebabkan oleh faktor media, kurangnya pengawasan dari orang tua, serta kurangnya pendidikan moral dan agama yang ditanamkan oleh orang tua dan guru juga turut ambil bagian dalam terjadinya kasus Married by Accident.
Selain banyak faktor penyebabnya, tentu tidak sedikit pula luka atau derita sebagai akibat dari tindakan pergaulan bebas yang berbuah hamil di luar nikah tersebut. Selain rasa malu luar biasa bagi pelaku dan keluarganya terhadap orang-orang disekitarnya, efek yang ditimbulkan oleh kasus Married by Accident ini seperti domino, satu efek dapat menimbulkan efek-efek lain. Rasa malu yang timbul dapat menyebabkan pelaku dan keluarganya dikucilkan dan menjadi bahan gunjingan bagi orang-orang disekitarnya. Hal ini dapat menyebabkan pelaku menjadi frustrasi yang kemudian dapat mendorong tindakan bunuh diri.
Pelaku Married by Accident pada remaja juga biasanya belum matang secara psikis ketika menikah dan belum siap untuk menjalani peran baru yang seharusnya belum waktunya untuk ia jalani, yaitu sebagai suami/istri dan sebagai orang tua bagi anaknya. Ketidakmatangan dan ketidaksiapan tersebut menyebabkan berbagai ketidakstabilan dan goncangan dalam kehidupan berumah tangga. Sehingga, bahtera rumah tangga rapuh dan berujung dengan cerai dan sebagainya.
Derasnya arus globalisasi dan labilnya penyangga keluarga, sekolah, dan masyarakat, adalah ancaman besar bagi generasi bangsa ini ke depan. Apalagi kecanggihan teknologi di masa sekarang membuat akses informasi terhadap dunia luar semakin tak berbatas. Penyebaran informasi apapun, baik yang positif maupun negatif menjadi sulit untuk dihindari, termasuk sulitnya untuk membendung masuknya konten-konten berbau seksualitas melalui jaringan media internet. Kini, setiap orang dapat mengakses apa saja yang ia inginkan dimana saja dan kapan saja.
Selayaknya orang tua harus lebih bijak dan lebih hati-hati. Bukan berarti orang tua harus menyalahkan dan memarahi anak jika anak kedapatan sedang mengonsumsi informasi negatif yang tak layak untuknya. Karena justru hanya akan menorehkan perasaan tertekan bagi anak dan meningkatkan keinginan anak untuk berontak, yang akhirnya malah menyulitkan orang tua untuk menanamkan nilai secara tepat. Dibutuhkan komunikasi yang sesuai antara orang tua dan anak yang berpedoman pada perkembangan mental dan usia anak agar pesan-pesan dan nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh orang tua dapat diterima oleh anak. Sangat penting bagi orang tua untuk mendapat kepercayaan dari anaknya. Kepercayaan tidak dapat dibentuk dalam waktu yang singkat. Kepercayaan antara anak dan orang tua dapat dibangun sejak dini. Jika orang tua telah mendapatkan kepercayaan dari anak, maka apapun yang terjadi pada anak atau pada teman-temannya biasanya akan diceritakan kepada orang tuanya. Ketika anak becerita, jangan pernah menyalahkan anak dan teman-temannya secara frontal. Jadilah pendengar yang baik dan bertanya kepada anak apa yang sebaiknya dilakukan. Hal tersebut merupakan langkah awal yang baik untuk memulai diskusi dengan anak. Dengan begitu, maka akan semakin mudah bagi orang tua untuk menjadi sahabat bagi anak dan mengetahui lingkungan pergaulan anak, sehingga orang tua dapat memahami bagaimana langkah dan strategi yang tepat dalam mengawasi, mendidik dan membimbing anak.
Pendidikan Seks?
Pendidikan merupakan salah satu alat terpenting yang dapat membawa kehidupan manusia kearah yang lebih baik. Menyadari akan pentingnya pendidikan, maka pendidikan harus diterapkan secara holistik pada seluruh aspek kehidupan manusia. Demikian pula dengan pendidikan seks yang sampai saat ini masih pro dan kontra.
Mendengar kata 'seks', kesan yang muncul bagi sebagian besar orang mungkin adalah sesuatu yang vulgar, porno, dan tabu untuk diperbincangkan, terutama pada anak. Padahal jika kita melihat fenomena pergaulan remaja masa kini dimana etika dan norma pergaulan sudah semakin longgar, maka pendidikan seks adalah sesuatu yang sangat penting untuk diajarkan kepada remaja, dengan tujuan diajarkannya pendidikan seks adalah sebagai salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan. Orang tua diharapkan agar dapat menjadi sumber informasi utama ketika anak bertanya mengenai seks. Jelaskan pada anak bahwa seks bukan hanya pemenuhan kebutuhan biologis semata, tetapi paparkan bagaimana resiko hamil di luar nikah dan permasalahan lainnya. Karena jika orang tua tidak mau terbuka dalam hal pendidikan seks kepada anak, maka dikhawatirkan anak akan mencari tahu mengenai hal tersebut dengan cara lain yang memiliki dampak negatif pada anak. Pendidikan seks yang tepat dalam keluarga membuat anak tidak mencari pemahaman mengenai seks dari luar keluarga yang salah. Sehingga, MBA bisa dihindari.
(Dimuat di Majalah POTRET Edisi 62 Tahun IX)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar