Senin, 25 Juni 2012

Perjalanan yang takkan pernah sama lagi

pagi ini sambil menunggu azan subuh, aku terbaring menatap langit-langit kamarku. pikiranku pun melayang entah kemana. tiba-tiba aku ingat dulu sewaktu ayah masih ada disini. dulu setiap pagi ketika aku masih sekolah aku selalu berangkat sekolah sama ayah. ketika jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi ayah selalu menyuh aku dan adik-adikku untuk lebih cepat agar tidak terlambat. ayah masuk kantor jam 8 pagi dan tidak mau terlambat..

kebiasaan itu pun berlanjut hingga aku kuliah. disaat teman-temanku berangkat dengan kendaraan pribadinya, aku tetap diantar oleh ayah. maklum, jangankan kendaraan roda empat, hingga kini kendaraan roda dua pun aku tak punya.

dengan menggunakan mobil ber plat merah ayah mengantar aku dan adik-adikku ke sekolah setiap pagi. namun karena jarak kampusku paling jauh dari rumah dan dari kantor, ayah menurunkanku di halte labi-labi (angkot), kemudian aku meneruskan perjalanan dengan labi-labi hingga sampai ke depan kampusku, Fakultas Kedokteran tercinta. begitu terus setiap pagi.

kemudian, jika aku pulang kuliah sekitar jam 12 atau jam 1, aku selalu telpon ayah. aku selalu menanyakan ayah sedang dimana? siang ini pulang atau tidak? kalau pulang, aku menunggu di halte depan rumah sakit umum. begitu setiap hari.

dengan menggunakan labi-labi atau damri aku berangkat dari kampus dan turun di halte yang ada di depan rumah sakit. biasanya sebelum aku tiba di halte aku akan menelepon ayah untuk mengabarkan bahwa aku sudah dekat sehingga ayah bisa langsung berangkat dari kantornya yang letaknya tidak terlalu jauh dari RSU ZA. biasanya ketika aku turun di depan halte, ayah sudah ada di sana, atau aku harus menunggu sebentar hingga mobil dinas ayah datang. setelah itu kami akan melanjutkan perjalanan ke daerah pocut baren untuk menjemput adikku yang bersekolah disana. kemudian kami pulang dan menikmati santapan lezat yang dimasak oleh mama dengan penuh cinta. begitu terus setiap hari.

***

satu hal yang sangat aku rindukan saat ini adalah berada di mobil yang sama dengan ayah. duduk di sebelah ayah, mendengarkan siaran berita pagi via radio, menciumi tangan ayah sembari mengucapkan salam dan turun dari mobil. memang hal yang sangat sederhana, tapi ngangenin.

setiap aku berada di dalam mobil bersama ayah, aku selalu memperhatikan tangan ayah, terutama saat ayah mengganti gigi mobil dan ketika memegang stir. tangan ayahku terlihat kurus, dengan tulang-tulangnya dan urat-urat di punggung tangannya yang terlihat menonjol. ayah terlihat mulai tua dan lelah, tapi ayah tidak pernah mengeluh.. :(

***

kemudian memoriku berputar kembali pada sore itu, 8 November 2011. hari idul adha yang ketiga. suatu hari yang tidak akan pernah aku lupa. tanggal yang menjadi turning point bagi kehidupan keluarga kami. saat itu dengan segala keagungannya, sang Maha Pencipta memanggil ayahku. Ya, Ia memanggil ayahku kembali pada-Nya, untuk selamanya. aku lihat tubuh ayahku terbujur kaku. pucat. namun wajahnya tenang sekali, seperti sedang tidur. aku tak bisa melupakan wajah ayah saat itu. kulihat tangannya. kaku, tidak seperti biasanya.

disaat yang lain sedang bersuka cita, bergembira, suara takbir bergema di microphone mesjid, aku dan adikku sedang membaca yasin di sebelah jasad ayahku. aku tak bisa jelaskan bagaimana perasaanku saat itu. hancur.

disaat para jamaah haji lainnya sedang melaksanakan ibadah, ternyata Allah punya kehendak lain. padahal ayah sudah menunggu sekian lama untuk bisa berangkat haji berdua bersama mama. ayah menabung sedikit demi sedikit. setelah mencukupi, ayah mendaftar haji bersama mama. dan padahal saat itu masa tunggu keberangkatannya hanya sekitar 2-3 tahun lagi. tapi ternyata Allah berkehendak lain. tapi setidaknya Allah tau niat dan usaha Ayah untuk dapat menjadi tamu Allah.. :(

aku tak dapat menahan tangisanku ketika melihat jasad ayahku dimasukkan ke dalam tanah. sulit bagiku mendeskripsikan bagaimana perasaanku saat itu. rasanya seperti ada gemuruh di sini. di dalam dada ini. sakit sekali rasanya membayangkan bahwa beliau kini ada di sana, tidak bersama kami lagi.

ketika kami kembali ke rumah, rasanya seperti kosong, hampa. setiap sudut rumah mengingatkan kenangan tentang beliau. rasanya seperti baru kemarin ia duduk di kursi itu, berjalan ke arah dapur, menonton tv bersama disini.. tapi sekarang...........

***

kemudian suara azan menyadarkan aku dari lamunanku. segera aku berwudhu dan menghadap sang khalik. selalu ada tangis di dalam doa ku untuk Ayah. begitupun saat sedang menulis postingan ini. rasanya ada kepiluan yang mendalam dan rindu yang tak berujung untuk Ayah. dan ketika rindu itu datang, aku harus cukup puas dengan mendoakannya, berkomunikasi dengan sang penguasa alam dan dengan bulir-bulir air mata yang tak akan pernah kering untuknya, walaupun hasrat hati sebenarnya ingin memeluknya secara langsung.. :(

***

setiap kali aku naik angkot dan melewati deretan bangku yang ada di sana. batinku selalu berkata "dulu biasanya aku ada di sana, menunggu ayah.."

kini, setiap kali aku melewati halte, aku tidak lagi memencet bel untuk turun. tiada lagi yang aku tunggu di halte itu. angkot terus berjalan. dan perjalanan ini takkan sama lagi...

ah, ayah, mengapa terlalu cepat engkau pergi? walaupun hingga kini aku hanya bisa naik angkot, tapi aku pernah berniat jika aku sukses nanti aku mau beli mobil untuk ayah.. aku ingin ayah lihat hasil perjuanganku, aku ingin ayah juga menikmatinya.. aku ingin ayah bangga karena memilikiku..


dari anakmu yang dulu selalu menunggumu di halte itu,



Silfana Amalia Nasri binti Fadhli Nasri.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar