Saya rasa mungkin sebagian orang yang pernah menjalin asmara selama bertahun-tahun lalu kandas, pernah merasakan perasaan ingin memulai cinta yang baru, namun di sisi lain merasakan lelah. Lelah untuk memulai lagi. Lelah untuk mulai membuka hati, menjalani proses saling mengenal satu sama lain, terlibat dalam pertengkaran-pertengkaran, dan adaptasi yang harus dimulai dari nol lagi.
Kelelahan yang saya rasa bukan tanpa alasan. Pada tahun 2009 yang lalu saya menjalin hubungan asmara dengan seorang pria. Tipikal hubungan asmara yang sangat serius untuk melanjutkan hubungan ke jenjang berikutnya, yaitu pernikahan. Sebagian besar waktu dan pikiran saya curahkan kepada pria tersebut, namun kemudian takdir berkata lain. Hubungan saya dengan dia pun kandas di tahun 2012. Selesai dalam waktu 3 tahun.
Setelah hubungan tersebut berakhir, saya masih tetap sendiri selama 2.5 tahun. Sebenarnya saya bisa saja langsung menjalin hubungan dengan lelaki yang dekat dengan saya, tapi saya tidak mau jika hanya menjadikan hubungan baru hanya sebagai pelarian sementara. Banyak lelaki yang datang dan mendekat, tapi jujur, saya belum siap. Saya tidak mau terjebak dalam perasaan yang semu. Saya tidak mau mempermainkan hati orang lain.
Selama 2.5 tahun saya menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas; menyelesaikan kuliah dan tugas akhir, terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial, berkenalan dengan orang-orang baru, mengejar karir, dan melakukan hal-hal positif lainnya. Beruntung saya tidak sendiri. Saya punya teman-teman yang single dan LDR yang sering menemani saya beraktivitas. Jadi gak berasa 'jomblo' nya. Hihihi.
Hingga kemudian di akhir bulan Agustus ini ada pria yang mendekati saya dan kemudian saya iyakan permintaannya untuk menjalin hubungan.
Awalnya saya kenal sama pria ini setahun yang lalu, sekitar tahun 2013. Dia adalah seorang pria yang usianya setahun diatasku, dan kampusnya di sebelah kampusku. Saya dan dia memulainya dari pertemanan di media sosial. Seperti orang asing lain yang meng-add saya di facebook, setelah saya konfirmasi kemudian saya biarkan begitu saja. Dia lah yang kemudian memulai perkenalan terlebih dahulu. Dari facebook kemudian lanjut ke BBM.
Lanjut ke BBM, komunikasi saya dengannya semakin intens. Kami banyak berbicara mengenai bisnis, investasi, cerita-cerita tentang isi buku Robert Kiyosaki (Rich Dad Poor Dad), dan saling bercerita tentang visi hidup masing-masing. Awalnya, menurut saya dia ini hanya anak band yang cuma suka senang-senang dan punya banyak teman spesial wanita alias playboy. Ternyata anggapan saya salah. Semakin saya mengenal dia, semakin saya melihat dia sebagai sosok yang berbeda. Dia adalah sosok anak muda yang berpikiran visioner. Pada saat itu ketika usianya masih 22 atau 23 tahun, dia berani mengambil langkah besar: membuka bisnis! Dari situ lah kemudian kami sering berbagi pandangan tentang bisnis dan investasi (terutama soal emas).
Kemudian dari obrolan via BBM, saya menganjurkannya untuk investasi dalam bentuk logam mulia. Bukan dalam bentuk perhiasan, tapi dalam bentuk emas koin, sebab emas koin nilai jual nya lebih menguntungkan dan tanpa potongan biaya jika mau dijual kembali. Kemudian saya merekomendasikan toko emas langganan saya dan mama. Karena dia tidak tahu tempatnya, jadi kita janjian buat ketemu. Nah, di situ lah pertemuan pertama saya dengan dia. Jadi kalo misalnya ditanyain "ketemunya dimana?", saya bakalan jawab "di toko emas!".
Setelah pertemuan di toko emas itu, saya dan dia tidak pernah bertemu lagi, tapi masih intens komunikasi via BBM. Hingga kemudian dia menawarkan hubungan yang lebih dari sekedar teman, tapi saya tolak. Jujur, sebenarnya saat itu saya belum sepenuhnya siap, walaupun dia adalah orang yang membuat saya gak pegel untuk ngetik2 obrolan bersamanya di BB sampai tengah malam. Setelah itu hubungan kami pun mulai renggang, komunikasi pun gak seintens dulu, tapi ada lah sesekali. Kalau di jalan pergi-pulang kampus, saya pun sesekali nge-lewatin tempat bisnis nya dia, tapi gak singgah, cuma ngabarin doang tadi ada lewat situ cuma nggak ngeliat dia. Gitu doang.
Setahun berlalu, kemudian dia tiba-tiba nyapa lagi. Dan kita seperti biasa, nanya kabar, nanya kesibukan akhir-akhir ini, dan hal-hal casual lainnya. Komunikasi pun mulai lagi dan tiba-tiba saya langsung meng-iya-kan ketika ia meminta saya untuk menjadi pasangannya. Bahkan saya sempat bingung, "ini beneran gak sih?", batinku. Dan ternyata dia memang serius.
Kalo mau di flash back lagi, selama setahun ini komunikasi saya sama dia sempat on-off berkali-kali. Saya bahkan sempat dekat dengan beberapa pria, mungkin begitu juga dengan dia. Saya sempat move on, tapi entah kenapa akhirnya balik lagi ke dia. Entahlah.
Saya dan dia memiliki sedikit kesamaan, dan banyak perbedaan. Persamaannya adalah kami sama-sama anak pertama, dan sama-sama suka makanan pedas. Sama-sama suka nuduh satu sama lain cerewet juga akibat suka makanan pedas. Hahaha. Sedangkan perbedaannya, waduh, banyak banget deh kayaknya. Tapi semoga perbedaan-perbedaan itu bukan jadi jurang pemisah, namun untuk saling melengkapi.
Hal lain yang saya suka dari dia adalah: dia lucu dan kalo ngomong suka blak-blakan. Saking blak-blakannya kadang-kadang suka bikin saya ketawa-ketawa sendiri. Karena dia tipe blak-blakan, jadinya saya ikutan blak-blakan juga. Dari awal pacaran saya langsung bilang ke dia: "Bang, ini serius kita pacaran? Kalo misalnya pacaran cuma untuk mesra-mesraan, mendingan pacaran aja sana sama cewek cabe-cabean. Tapi kalo misalnya pengen komitmen serius, pengen ada partner untuk seru-seruan, bertukar pikiran, saling support, dll, ayok kita lanjut! Kalo abang mau serius, Sil bisa lebih serius." Dan ternyata dia bilang dia mau serius.
Well, to be honest, saya bukan orang yang gampang jatuh cinta. Untuk saat ini pun perasaan saya ke dia masih belum tahap cinta sepenuhnya. Saya percaya bahwa cinta bisa tumbuh dan berkembang. Dan sekarang saya sudah siap membuka hati untuk cinta yang baru.
* P.S:
Buat bang PR, if you read this one, I just wanna tell you that I like it when we had our first fight yesterday. And after we solved our fight, we become closer and closer. For me, it was a process for us to know each other well. :)
With love,
Silfana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar