Jumat, 24 Mei 2013

Ketika tak ada kata yang terucap, bahasa yang tertinggal hanyalah perasaan

Cinta memang aneh. Tiba-tiba saja ada, tiba-tiba saja muncul tak terduga, lalu menjerat hati dalam jalinan perasaan yang halus dan sulit diuraikan.

 Biarlah dunia mengetahui perasaanku padanya melalui tulisan-tulisanku tentangnya. Ia adalah anonym. Akan selalu anonym dalam setiap tulisanku. Tak perlu berspekulasi, tak perlu mencari tahu, cukup baca dan pahami.

***

Aku tak pernah tahu bagaimana takdir ini bisa membawaku padanya. Tak pernah terpikirkan sebelumnya hati ini akan tertambat padanya. Ya, aku tak pernah tahu mengapa dan bagaimana waktu mampu menenggelamkanku padanya.

Namun entahlah, hati ini begitu bergemuruh akhir-akhir ini. Aku tahu aku pernah merasakan perasaan yang seperti ini sebelumnya. Ketakutan pun menyeruak. Bukan karena dulu aku pernah kecewa, namun aku takut mencintai di saat yang tidak tepat, ketika cinta datang bukan pada waktunya.

Lamunanku pun kembali tak tentu arah. Sungguh, begitu banyak kenangan yang terukir. Ada seseorang yang begitu berbeda. Pertama melihatnya biasa saja, namun akhir-akhir ini sosoknya selalu mampu mendebarkan hati ini, membuatku mendambakan berhentinya waktu setiap kali bersamanya, berbicara dengannya, atau bahkan saat tak sengaja bertatapan mata dengannya.

Semakin lama aku mengenalnya, semakin aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Aku mengaguminya, mengagumi sosoknya yang begitu menghargai wanita, tutur katanya yang santun, serta pengetahuannya yang begitu luas. Namun yang paling aku sukai darinya adalah ketaatannya kepada Sang Maha Pencipta. Sungguh, bukannya aku membeda-bedakan, namun ia memang berbeda.

Aku tahu tak ada yang perlu ditakutkan. Cinta itu fitrah dan atas kehendak Sang Maha Kuasa. Kita tak dapat menolaknya, namun yang jadi masalah adalah bagaimana cara kita menyikapinya.
Kucoba menyerahkan segalanya kepada sang Maha membolak-balikkan hati. Aku tak ingin terjebak dalam cinta semu yang dapat menjauhkan aku dari-Mu. Kucoba menitipkan ia pada-Mu disaat penjagaanku tak sampai kepadanya.

Sebaris waktu aku mengenalnya, ia mengajariku banyak hal. Ia sering menasehatiku dikala aku lemah, memberikan masukan-masukan positif dalam langkahku, dan selalu mengingatkanku dalam kebaikan. Tak ada yang bisa aku lakukan selain mengadu pada Rabb-ku dalam barisan doa setiap kali rasa ini menyeruak. Aku paham jika Allah menghendaki, suatu saat nanti kami akan bertemu kembali di waktu yang tepat dan dalam keadaan yang siap.

Aku tak ingin ada janji dan komitmen sebelum waktunya. Aku tak ingin ada kata cinta dan rindu sebelum waktunya. Aku tak ingin ada yang memberatkan jika mungkin suatu saat nanti Engkau berkehendak lain, jika nanti mungkin ia menemukan perempuan yang lebih shalihah, atau jika perasaan ini hilang dengan sendirinya.

Aku pun mulai berkaca. Aku bukan bidadari surga nan jelita yang Engkau kirimkan untuk laki-laki saleh. Aku hanya wanita biasa yang selalu ingin memperbaiki diri, menebus segala kesalahan yang pernah tergores dalam kisah hidupku. Biarlah Allah yang menjaga aku dan dia. Aku yakin bahwa memanglah Allah sebaik-baiknya penjaga. Aku hanya mampu menahan semua rasa dalam diam. Semakin aku mengaguminya, semakin enggan aku ‘tuk mendekatinya. Aku ingin menyayanginya dengan cara menjaga kehormatannya.

Jika suatu saat nanti waktu akan memisahkan aku dan dia, tak ada yang perlu diakhiri, karena kita memang tak pernah memulainya. Satu hal yang harus ia tahu bahwa hanya dengan mengenalnya saja itu sudah cukup membuatku merasa bahagia. Ya, bahagia itu memang sederhana, sesederhana angin yang sayup-sayup yang akan membawa berita bahwa ia berada dalam lindungan-Mu, dan sesederhana senyum yang terukir tatkala melihat satu demi satu impiannya yang tercapai di masa yang akan datang.

Aku bertemu dengannya karena-Mu, dan biarlah jika nanti aku harus berpisah dengannya itu jua karena-Mu. Aku tahu bahwa terkadang cinta tak selalu datang pada waktu yang tepat, oleh karena itu jika Engkau berkehendak, siapapun ia yang tertulis dalam Lauh Mahfudz ku, dengan segala kekurangan dan kesederhanaanku, kunantikan ia di batas waktu.

***

Bolehkah menyatakan kerinduan? Perasaan kepada seseorang?
Tentu saja boleh. Tapi jika kita belum siap untuk mengikatkan diri dalam hubungan yang serius, ikatan yang bahkan oleh negara pun diakui dan dilindungi, maka sampaikanlah perasaan itu pada angin saat menerpa wajah, pada tetes air hujan saat menatap keluar jendela, pada butir nasi saat menatap piring, pada cicak di langit-langit kamar saat sendirian dan tak tahan lagi hingga boleh jadi menangis.

Dan jangan lupa, sampaikanlah perasaan itu pada yang maha menyayangi. Semoga semua kehormatan perasaan kita dibalas dengan sesuatu yang lebih baik. Semua kehati-hatian, menghindari hal-hal yang dibenci, akan membawa kita pada kesempatan terbaik. Semoga.

― Tere Liye

1 komentar:

  1. Ah, this post looks so interesting! Wish I could understand! ;n; (Your bio is really interesting, though!)

    Would you like to follow each other on GFC/Bloglovin? Junniku blog [Click!]
    - A Korean fashion, beauty and lifestyle blog!

    BalasHapus