Menurut Wikipedia, empati adalah kemampuan untuk memahami, dan kesanggupan untuk menempatkan diri dalam keadaan orang lain.
Daniel Goleman, dalam buku Emotional Intelligence, mengemukakan,
empati memungkinkan seseorang untuk menghayati masalah atau kebutuhan
yang tersirat di balik perasaan orang lain, yang tidak hanya diungkapkan melalui kata-kata.
Melalui empati, kita tidak hanya keluar diri dalam usaha memahami orang lain,
tetapi juga melakukan pemahaman internal terhadap diri sendiri.
Mengapa Perlu Empati ?
Pertama, kesadaran bahwa tiap orang memiliki sudut pandang berbeda akan mendorong kita agar mampu menyesuaikan diri sesuai dengan lingkungan sosialnya.
Dengan menggunakan mobilitas pikiran, kita dapat menempatkan diri pada posisi perannya sendiri maupun peran orang lain sehingga akan membantu melakukan komunikasi efektif.
Kedua, mampu berempati mendorong kita agar tidak hanya mengurangi atau
menghilangkan penderitaan orang lain, tetapi juga ketidaknyamanan perasaan melihat
penderitaan orang lain. Merasakan apa yang dirasakan individu lain akan menghambat
kecenderungan perilaku agresif terhadap individu itu.
Ketiga, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain membuat kita menyadari bahwa orang lain dapat membuat penilaian berdasarkan perilakunya.
Kemampuan ini membuat individu lebih melihat ke dalam diri dan lebih menyadari serta
memperhatikan pendapat orang lain mengenai dirinya.
Proses itu akan membentuk kesadaran diri yang baik, dimanifestasikan dalam sifat optimistis, fleksibel, dan emosi yang matang. Jadi, konsep diri yang kuat, melalui proses perbandingan sosial yang terjadi dari pengamatan dan pembandingan diri dengan orang lain, akan berkembang dengan baik.
empati tidaklah sama seperti temperamen yang merupakan faktor hereditas (keturunan). pada dasarnya semua orang memiliki empati, namun dengan kapasitas yang berbeda-beda. ibarat pisau, maka empati merupakan sesuatu yang perlu diasah agar tajam.
mengasah empati haruslah dilakukan sejak dini. sebab empati dapat membuat anak menjadi lebih merasa bersyukur terhadap apa yg ia miliki.
saya sendiri (bersama adik2 saya) sejak masih kecil sampai sekarang masih sering diperlihatkan suatu fenomena oleh ibu saya yang mendorong saya untuk selalu berfikir "bagaimana jika saya menjadi dia?". misalnya saja pada saat kami menonton pertandingan tinju di salah satu channel olah raga, ibu saya sering berkata: "lihat tuh, ayah orang rela dia dipukul sama orang, berdarah2, idung patah, terus mukanya babak belur lagi tuh.. terpaksa dia kayak gitu demi kasih makan buat anaknya.. coba bayangin seandainya ayah kalian kayak gitu, apa kalian tega?"
hal seperti inilah yang tertanam dalam pikiran saya selama bertahun-tahun sampai saat ini.. setiap kali saya melihat orang yang tidak seberuntung saya, saya pasti akan langsung berpikir bagaimana jika kondisi saya seperti dia? bagaimana jika seandainya dia adalah ayah saya? atau bagaimana jika ibu2 tua yang sedang saya lihat saat ini adalah ibu saya?
berpikir seperti ini dapat membuat saya berpikir bahwa Alhamdulillah, ternyata Tuhan masih sayang sama saya.. saya masih punya orang tua yang sehat, rezeki yang berkecukupan, serta diberikan kesempatan untuk menikmati semua yang telah saya miliki..
kalau melihat kepata orang2 yg secara materi posisinya 'lebih' dari kita memang tak kan ada habisnya..
namun cobalah sekali2 melihat 'ke bawah'.. banyak orang yang tidak seberuntung kita..
salam empati dari saya,
silfana
seandainya semua manusia di dunia ini berempati terhadap sesamanya....?
BalasHapuspasti dunia terasa sangat indahh...
BalasHapushahahha...
makasii udah mem-follow saya.. ;)