bingung..
itulah yang awalnya saya rasakan ketika dalam perjalanan menuju SDLB yg terletak di desa Labuy, Banda Aceh..
saya gak tau bagaimana harus berkomunikasi dengan anak2 'berkebutuhan khusus' seperti mereka..
saya gak tau apa yg harus ku lakukan disana.. saya belum pernah bertemu dengan anak2 seperti mereka sebelumnya..
sesampai disana, kami gak langsung masuk ke dalam ruangan kelas.. kami harus menunggu sesaat di luar sekolah karena mereka sedang mengikuti ujian..
saya amati beberapa anak2 yang pergi jajan di luar gerbang sekolah..
secara fisik, mereka terlihat normal.. kecuali seorang anak yg menggunakan kursi roda, dan seorang anak lagi yang dari wajahnya tampak bahwa ia menderita 'down syndrome'..
tak lama kemudian akhirnya ada beberapa kelas yang sudah selesai ujian.. beberapa teman2 saya yg kebetulan bertugas di kelas yg sudah selesai ujian itu pun lalu segera masuk ke kelas mereka masing2, sementara saya beserta beberapa teman lainnya masih menunggu di luar ruangan kelas. menanti mereka yg masih ujian..
saat kami sedang menunggu, tiba2 ada seorang anak kecil yang cantik menghampiri kami... kulitnya putih, dagunya terbelah, serta matanya lentik.. benar2 cantik.. dengan langkahnya yg tertatih2 sehingga harus dipegang oleh kakak pengasuhnya, ia mendekati kami..
"i-va", ucapnya sambil mengulurkan tangannya kepada kami.. suaranya tak begitu jelas.. ia menyalami kami satu persatu, memperkenalkan namanya, sekaligus ingin berkenalan dengan kami.. pada saat ia bersalaman denganku, lalu aku bertanya: "iva kelas berapa?"
"ke-as u-wa (kelas dua)", jawabnya...
kemudian kami masuk ke kelas yang akan kami tempati. awalnya hanya ada 4 murid di dalamnya.. ada iva dan beberapa anak lain.. lalu kami pun berkenalan dengan mereka. murid yang pertama terlihat seperti anak normal pada umumnya; tak ada keluahan fisik, bisa diajak berbicara, dan merespon sikap kami dengan baik. lalu perhatianku tertuju pada murid kedua yg bernama Nofal. ia mengalami gangguan fisik seperti kurangnya keseimbangan tubuh, lengannya agak bengkok, serta cara bicaranya yg sama seperti iva..
disamping nofal, duduk seorang murid laki2. dari wajahnya dapat diketahui bahwa ia menderita 'down syndrome'. saat ditanya namanya ia hanya diam. tanpa ekspresi. lalu Nofal berkata: "na-ma-a ih-san. i-a e-mang ak i-sa ngo-mong (namanya ihsan.. dia memang gak bisa ngomong)"
okeh.. tak apa..
lalu kami menyuruh seorang anak untuk memanggil teman2nya yang lain.. seharusnya ada 8 murid di kelas kami, tapi kemudian bertambah menjadi sekitar 15 murid, sehingga crayonnya tidak cukup, mereka harus saling berbagi. begitu juga dengan susu dan kue yang akan dibagikan, sehingga harus dibeli lagi..
aku memperhatikan nofal. pada saat kami masuk ke dalam kelas, ia sedang meminum sebuah minuman berwarna hijau di dalam kantong plastik berwarna bening. tapi entah mungkin karena koordinasi keseimbangan tangannya yang tidak pas, menyebabkan sebagian minumannya tumpah ke atas meja.
"aduh, mejanya basah.. isan pindah ke belakang aja dek ya? soalnya kalo mejanya basah ntar isan gak bisa menggambar." ujarku. dan dengan diam, isan pun menurutiku.
nofal langsung mengeluarkan kain lap dari bawah lacinya. ia ingin melap mejanya, namun kemudian Rizki (teman sekelompokku) mengambil alih melap meja yang basah tersebut, sementara aku duduk di samping nofal, membimbingnya menggambar.
"nofal mau gambar apa?" tanyaku. "e-man-da-ngan (pemandangan)" jawabnya. lalu kuperhatikan dia, walaupun pergelangan tangannya agak bengkok, namun ia dapat menggambar dengan baik. dalam kertasnya ia menggambar gunung, rumah, pohon, mobil, kolam, matahari, dan juga mobil. kemudian nofal menambahkan sebuah gambar. kurang jelas gambar apa.
"gambar apa itu nofal?" tanyaku.
"a-am. a-am.." ulangnya. "u-u u-ukk.." ia menirukan suara ayam.
gambarnya sudah selesai. sekarang saatnya mewarnai.
disini lah kekurangan nofal, ia tidak dapat mewarnai sesuai dengan garis2 yang telah ia gambar sebelumnya. akibatnya warnanya jadi acak2an, keluar dari garis. namun kemudian setelah aku bimbing, ku pegang tangannya, maka mewarnainya pun sudah jadi lebih baik.
"ak, u-ah si-ap (kak, udah siap)"
"kalo udah siap, sekarang tulis nama nofal di bawah sini" kataku sambil menunjukkan bagian bawah kertasnya. nofal dapat menulis namanya sendiri dengan lancar.
"makasih ya.. ini kertasnya kakak kumpulin ke depan yah.."
nofal mengangguk.
"adik2, liat nih, nofal udah siap gambarnya.. bagus kan? punya adik2 yg lain mana? ayo, jangan mau kalah donk sama nofal.. nanti kalo semuanya udah siap menggambar, kakak bakalan bagiin makanan buat adik2 semua." ujarku sambil memperlihatkan gambar nofal kepada adik2 yang lain.
sebelum mengumpulkan gambar nofal, akupun menghampiri ihsan yang duduk di belakang nofal.
"ihsan udah siap? coba kakak liat?"
ihsan hanya diam. tak jelas ia menggambar apa. di kertasnya terlihat ia hanya menggambar bulat2 kecil yang diberi warna. saat aku bertanya gambar apa itu, ia hanya diam..
"ya udah, dilanjutin aja terus yah gambarnya.." ujarku seraya berlalu.
menurutku, nofal sudah agak mandiri. misalnya saja, pada saat ia berkeringat, ia menolak untuk ku sapukan keringatnya, dan pada saat crayonnya patah, ia tak mau terpaku begitu saja. ia mengeluarkan crayonnya sendiri dari dalam tasnya. nofal mempunyai semangat dan motivasi diri yang baik.
lalu perhatianku tertuju pada dua orang murid yang duduk di belakang - aidil dan avixena. avixena adalah seorang penyandang cacat. ia menggunakan kursi roda dan mengalami pengecilan pada bagian kaki dan tangannya sehingga ujung kakinya tidak sampai menyentuh ujung terluar pada kursi rodanya dan ia tak dapat memutar roda pada kursi roda dengan tangannya sendiri, sedangkan aidil adalah sahabat yang sangat setia. ia menemani avixena kemanapun, mendorongkan kursi roda untuk avixena.
lalu waktupun habis. semua murid sudah siap menggambar, dan sekarang saatnya membagikan kue dan susu untuk mereka. sebelum makan mereka kami suruh untuk membaca doa, dan mereka kebanyakan sudah mengetahui doa makan. dan setelah makan mereka mengumpulkan sampah mereka masing2. sudah waktunya mereka pulang. sebelum pulang, saya dan imah (teman sekelompok saya juga) memimpin adik2 untuk bernyanyi.. kami menyanyikan 2 buah lagu. setelah selesai mereka menyalami tangan kami satu persatu..
setelah mereka pulang, kamipun berkumpul bersama kepala sekolah dan guru dari SDLB untuk mendengar sepatah dua patah kata dari pihak sekolah. dari penuturan mereka dapat disimpulkan bahwa pemerintah kurang peduli terhadap bidang pendidikan luar biasa. sekolah di SDLB memang gratis, tidak dipungut biaya apapun, namun fasilitas yg ada sangat tidak memadai, berbeda dengan SDLB di daerah2 lain di luar Aceh. disini, tenaga ahli sangat minim, sedangkan beberapa tahun yang akan datang para tenaga ahli yg ada akan memasuki masa pensiun. bapak kepala sekolah menginginkan agar dibukanya satu jurusan baru yaitu pendidikan guru luar biasa.
mereka tidak lah idiot. sama sekali tidak idiot. mereka mampu untuk dididik dan di latih. beberapa dari mereka juga ada yg berprestasi dan memiliki kecerdasan seperti anak yang normal, hanya saja keterbatasan yang mereka miliki membuat mereka dipandang sebelah mata oleh orang lain.
untuk menjadi guru di SDLB sangatlah berat. selain harus menghandle beberapa kelas sekaligus (yg disebabkan oleh kurangnya tenaga ahli), profesi sebagai guru SDLB juga mengharuskan kepada guru2 yang ada di sana agar bisa bersabar dan tekun, karena menangani anak dengan kebutuhan khusus seperti mereka tidaklah semudah menangani anak2 normal pada umumnya.
dan kita, selaku manusia yg lahir dengan kondisi yg sempurna, seharusnya patut bersyukur, dan juga iri kepada mereka.. sebab, mereka dengan segala kekurangan yang mereka miliki, sangat bersemangat dan akan selalu berusaha agar dapat hidup lebih baik..
bagaimana dengan kita??