Malam ini purnama
penuh.
Pukul Sembilan
lewat dua puluh.
Hanya ada
aku, secangkir kopi pahit dan kenangan yang terasa hambar.
Malam ini
sedikit lebih dingin dari biasanya..
Ada aku yang
menyeruput kesunyian dalam secangkir kopi.
Menghirup pahit
manis aroma kenangan, dan tetap saja pahit.
Sepahit luka
di hati sepasang insan yang saling mencintai,
Namun
akhirnya beranjak pergi..
Kenangan itu
menyapaku lagi..
Sudah sejauh
ini, sudah selama ini, dan masih selalu begini..
Mungkin saja
ia belum benar-benar hanyut..
Ah, sial! Waktu
memang selalu lihai menyemburkan luka pada saat yang salah.
Teringat saat
pertama kali jatuh hati padanya.
Ia adalah
pelita yang pudarkan gulita.
Seseorang yang
selalu kupinta dalam doa-doa yang masih Tuhan jaga.
Adalah namanya
yang mengencangkan debar jantung ini.
Kepada sunyi,
seribu puisipun bisa ku beri.
Namun kepadanya
yang ku sukai, semua kata seolah terkunci.
Hanya menyisakan
debaran yang tak terkendali.
Kuseruput
lagi kopi hitamku yang mulai mendingin.
Cangkirnya masih
menyisakan hangat yang terasa di ujung jemariku.
Teringat beberapa
waktu yang lalu..
Aku dan dia
pernah saling mendekap tanpa jarak.
Saat itu
berpikir bahwa ia benar-benar mengulur jangkar untuk melabuhkan bahtera.
Tapi ternyata
ia hanya menepi sejenak, lalu kemudian pergi.
Meninggalkan
bekas kecupan yang masih terasa hangatnya.
Ya, ia
benar-benar pergi.
Ia bercerita
tentang ketidakmungkinan untuk bersama
Lalu dalam
sekelebat ia mengayunkan langkah sembari mengucapkan selamat tinggal
Tanpa pernah
sedikitpun memperjuangkan apa yang sama-sama kita rasa..
Oh lelaki..
Apakah sebegitu
tak berharganya rasa itu
sehingga tak
layak untuk diperjuangkan?
Lantas,
siapa yang benar-benar terluka diantara kita?
Orang itu
aku.
Aku adalah
wanita yang ia bebani rindu, kemudian ia pergi berlalu
Bagai rumput
yang mencintai titik embun
Kemudian titik
embun itu hilang dan menguap saat diterpa terang
Meninggalkan
rumput yang terus menanti
Hingga akhirnya
mengering dan mati..
Dan sebelum
ia pergi
Ia berkata
bahwa aku pasti bisa melupakannya
Aku pasti
bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik darinya..
Sepertinya ia
tak paham betapa sulitnya menyembuhkan luka itu..
Siapa yang
sanggup membunuh kenangan dan mengubur rindu?
Katakan padaku,
Bagaimana membunuh
sesuatu yang tak bisa mati?
Ah, cinta
tak sebercanda itu!
Banda Aceh, 28 September 2015.
Banda Aceh, 28 September 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar